Kejati Kalteng Tahan Kadiskominfosantik Seruyan dan Manajer ICON+
Palangka Raya – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah (Kejati Kalteng) resmi menahan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan jasa internet di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Diskominfosantik) Kabupaten Seruyan.
Penahanan dilakukan pada Kamis, (23/10/2025), setelah penyidik menemukan bukti kuat atas penyimpangan proyek senilai Rp2,46 miliar yang bersumber dari APBD Seruyan tahun anggaran 2024.
Dua tersangka tersebut adalah RNR, Kepala Diskominfosantik Seruyan yang merangkap sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), serta FIO, Manajer Unit Layanan PT Indonesia Comnets Plus (ICON+), anak usaha PT PLN (Persero). Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Kalteng Nomor: PRIN-04/O.2/Fd.2/08/2025 tertanggal 4 Agustus 2025.
Asisten Intelijen Kejati Kalteng, Hendri Hanafi, menjelaskan bahwa penahanan dilakukan untuk mencegah risiko melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi tindak pidana. “Penyidik telah memperoleh minimal dua alat bukti yang cukup dari hasil pemeriksaan saksi, ahli, dan dokumen,” ujarnya.
Proyek pengadaan jaringan intranet dan internet untuk seluruh SKPD dan kecamatan di Seruyan diketahui dilaksanakan tanpa dasar hukum yang sah. RNR sebagai kepala dinas dan PPK bertanggung jawab atas pelaksanaan kontrak, sementara FIO sebagai penyedia dari PT ICON+ turut menandatangani kesepakatan proyek.
Asisten Pidana Khusus Kejati Kalteng, Wahyudi Eko Husodo, mengungkapkan proyek dijalankan tanpa kontrak resmi dan tanpa survei lapangan. “Jaringan fiber optic sudah terpasang sejak Desember 2023, sementara surat pesanan baru diterbitkan pada 17 Januari 2024. Artinya, pekerjaan dilakukan tanpa dasar hukum yang sah,” ujarnya.
Penyidik menemukan empat pelanggaran utama. Pertama, penunjukan penyedia dilakukan sebelum pagu anggaran tersedia. Kedua, pemasangan jaringan dilakukan sebelum dokumen resmi diterbitkan. Ketiga, topologi jaringan tidak sesuai dengan kontrak. Keempat, hasil pengukuran kecepatan internet menunjukkan perbedaan signifikan antara spesifikasi dalam dokumen dan kondisi lapangan.
“Secara sederhana, layanan yang diterima tidak sebanding dengan yang dibayar—jaringannya ‘lelet’,” tambah Wahyudi.
Jaringan tersebut ditujukan untuk seluruh SKPD dan kantor kecamatan di Seruyan sebagai sistem terpadu intranet dan internet. Namun, hasilnya dinilai tidak maksimal dan gagal mendukung pelayanan publik.
Audit Inspektorat menunjukkan potensi kerugian negara mencapai Rp1,57 miliar. Hingga kini, sekitar 40 saksi telah diperiksa, termasuk pejabat pemerintah dan pihak penyedia jasa. “Tidak menutup kemungkinan ada penambahan tersangka. Kami masih mendalami peran pihak-pihak terkait,” tegas Wahyudi.
Keduanya kini ditahan selama 20 hari ke depan di Rutan Kelas IIA Palangka Raya sebagai bagian dari kelanjutan proses penyidikan yang dimulai sejak September 2025. (Yud/fer)

