
Kuasa Hukum terdakwa Ramang sedang membacakan eksepsi atas dakwaan JPU di Pengadilan Tipikor) Palangka Raya, Selasa (15/4/2025). Foto: Ist.
Palangka Raya – Sidang perkara dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) pembangunan gedung olahraga (GOR) tahap IV tahun anggaran 2023 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Palangka Raya memasuki agenda pembacaan eksepsi atau surat bantahan/sanggahan dakwaan dari para terdakwa, Selasa (15/4/2025).
Dalam persidangan itu, Wikarya F. Dirun selaku Kuasa Hukum terdakwa Ramang mempertanyakan keabsahan dan kelengkapan dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Katingan.
Wikarya melalui anggota timnya, Parlin B. Hutabarat mengungkap, adanya indikasi penghilangan bukti penting dalam berkas perkara.
Bukti yang dimaksud adalah Berita Acara Pemeriksaan (BAP) konfrontasi tertanggal 9 Desember 2024 antara terdakwa Ramang, saksi Risnaduar, MAP, dan saksi Apries Undrekulana. Dalam konfrontasi tersebut, saksi Risnaduar secara tegas menyebut nama mantan Bupati Katingan berinisial SA sebagai pihak yang menerima uang terkait proyek pembangunan GOR.
“Fakta hukum ini tidak pernah dimunculkan dalam surat dakwaan, bahkan BAP konfrontasi yang mencantumkan nama eks Bupati Katingan berinisial SA tidak dilampirkan dalam berkas perkara,” ujar Parlin saat membacakan eksepsi.
Tim kuasa hukum menilai bahwa penghilangan dokumen tersebut merupakan indikasi kuat adanya upaya menutupi keterlibatan pihak lain dalam perkara ini.
Selain itu, mereka juga menyoroti dugaan perlakuan tidak manusiawi oleh penyidik saat pemeriksaan terhadap Ramang pada 24 Januari 2025 di Rutan Palangka Raya.
“Selain tidak diizinkan menunaikan salat Jumat, terdakwa juga tidak diberi makan siang dan dipaksa menandatangani surat sumpah yang telah disiapkan penyidik,” lanjut Parlin.
Surat sumpah tersebut menyatakan bahwa Ramang membenarkan seluruh keterangan saksi Risnaduar, padahal saat pemeriksaan, terdakwa dan saksi berada di ruangan terpisah sehingga tidak mengetahui isi keterangan satu sama lain. Tim kuasa hukum juga menyebut bahwa BAP pemeriksaan tanggal 24 Januari itu tidak dicantumkan dalam surat dakwaan.
Mereka juga menyoroti adanya perlakuan diskriminatif dalam penanganan perkara. Salah satu saksi kunci berinisial PU, yang merupakan anggota Polri, disebut memiliki keterlibatan penting, namun tidak ditetapkan sebagai tersangka.
“Ini memperkuat dugaan adanya praktik tebang pilih dalam perkara ini,” tegas Wikarya.
Dari sisi substansi, kuasa hukum turut mempersoalkan nilai kerugian negara sebesar Rp541 juta yang disebutkan dalam dakwaan, mengingat dana tersebut telah dikembalikan ke kas daerah.
Berdasarkan sejumlah kejanggalan tersebut, tim kuasa hukum menilai dakwaan JPU tidak memenuhi unsur kecermatan, kejelasan, dan kelengkapan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP.
“Dakwaan seperti ini semestinya dinyatakan batal demi hukum. Tidak jelas siapa saja yang terlibat, fakta hukum tidak disampaikan secara lengkap, dan dakwaan tidak mencerminkan rasa keadilan,” tambahnya.
Tim kuasa hukum meminta majelis hakim untuk mengeluarkan putusan sela yang menerima seluruh eksepsi dan menyatakan perkara tidak dapat dilanjutkan. Mereka juga mendesak agar harkat, martabat, dan nama baik terdakwa Ramang dipulihkan.
Saat ditanya majelis hakim terkait tanggapan atas eksepsi tersebut, JPU Hadiarto dan Vijai Antonius Sipakkar menyatakan akan memberikan jawaban secara resmi dalam agenda tanggapan dari penuntut umum.
Sebelumnya, pada sidang pertama perkara ini pada 9 April 2025 dibacakan surat dakwaan. Jaksa Penuntut Umum mendakwa Ramang dengan dakwaan Primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang RI. No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI. No 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sedang dakwaan subsidair yakni Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001tentang perubahan atas Undang-Undang RI No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Persidangan akan dilanjutkan pada 22 April 2025 dengan agenda pembacaan tanggapan dari JPU. (MK/fer)